Aku Tidak Ingin Mati Dengan Tenang
Ini puisiku yang paling sukses.
Gatau kenapa. Astaga. HUAAAHH. Padahal iseng doang ngirim ini. Pertama di publish oleh Sajak Liar, pada tanggal 20 Maret jam 23.14. Puisi pertamaku yang likesnya tembus 1000. Ngga tau harus seneng apa takut. Minat suicide setinggi itukah?????? Aku harap tidak. Semoga cuma karena topik yang provokatif aja.
Anyway, enjoy. Ini jadi puisi yang membesarkan namaku, mungkin, jadi... aku harap ini lumayan mencitrakan diriku. ENTAHLAH. Gatau. Perspektifku biasa aja tentang tulisan ini. Serius. Tapi menurut pembaca gak gitu, so... okelah. Selamat membaca. Jangan lupa nyabut kabel charger laptop kalo udah selesai dipake.
Gatau kenapa. Astaga. HUAAAHH. Padahal iseng doang ngirim ini. Pertama di publish oleh Sajak Liar, pada tanggal 20 Maret jam 23.14. Puisi pertamaku yang likesnya tembus 1000. Ngga tau harus seneng apa takut. Minat suicide setinggi itukah?????? Aku harap tidak. Semoga cuma karena topik yang provokatif aja.
Anyway, enjoy. Ini jadi puisi yang membesarkan namaku, mungkin, jadi... aku harap ini lumayan mencitrakan diriku. ENTAHLAH. Gatau. Perspektifku biasa aja tentang tulisan ini. Serius. Tapi menurut pembaca gak gitu, so... okelah. Selamat membaca. Jangan lupa nyabut kabel charger laptop kalo udah selesai dipake.
AKU INGIN MATI DENGAN TIDAK TENANG
Aku tidak ingin mati dengan tenang.
Tidak pada umur 92
terbaring lemah karena usia.
Tidak pada umur 84
penuh luka asam urat.
Tidak pada umur 70
dalam tidur di atas kapuk.
Aku tidak ingin mati dengan tenang.
Tidak pada Maret 2017
didepan pil dan sebuah gelas.
Tidak pada umur 18
karena masalah yang tidak jelas.
Tidak dengan wajah memelas
tiap kali berada di kelas.
Aku ingin mati
tapi tidak dengan tenang.
Tidak di kursi goyang
di sebelah suami tersayang,
serangan jantung yang terduga
karena memang 'sudah waktunya'.
Aku
ingin
mati
dengan
tidak
tenang.
Aku ingin mati di kota lain,
tertabrak sepeda dan jatuh ke jurang.
Aku ingin mati saat yang lain
sibuk mencari aku yang hilang.
Aku ingin mati di usia dini,
tersambat petir di tengah badai.
Aku tak berarti lagi karna kini,
semua bosan dengan tangisku yang berderai.
Aku ingin mati dengan tidak tenang,
seperti orang bipolar
atau sakit jiwa yang lainnya.
Aku ingin memberontak,
mencakar-cakar perawat.
Jantung tak berdetak,
obat bius buatku sekarat.
Aku ingin mati dengan tidak tenang,
orang tua dan adik-adik membenciku
supaya semua jadi lebih gampang.
Aku ingin mati dengan tidak tenang,
teman-teman kesal lalu menjauhiku
supaya semua jadi lebih gampang.
Aku ingin mati dengan tidak tenang.
Dan buat mereka semua tercengang.
Nanti saat aku mati
dan bertemu dengan-Mu,
tolong jawab pertanyaan ini:
Ya Tuhan, mungkinkah
mereka percaya bahwa
penyakit mental itu ada---
tapi sebelum kami terlanjur tiada?
(surabaya, maret 2017)