Peristiwa 4 November

aku tadi siang baru makan mie susu
namun sekarang lapar lagi, jadi mie tadi tidak penting
masyarakat Indonesia sejak dulu bertoleransi
namun sekarang ada perang, toleransi yang selama ini dijaga jadi sia-sia

hehe.

jangan percaya sama analogi seorang siswi SMA. dia belum mengalami apa-apa dalam hidup ini. benar kan?

If you jugde, you will never understand. If you understand, you will never judge.

EA.


ehem. Tapi ya itu masalahnya, lur.

aku nggak ngerti. makanya aku asal menilai.

i mean. sumpah. aku gak ngerti. kenapa gitu lho. KENAPA. kenapa tidak hidup damai.

bismillah. mumpung UUD Pasal 28E ayat 3 belum diganti.


jadi begini. tadi aku pulang duluan saat sekolah. ya, iyasih. memang agak sia-sia. karena hari jumat adalah hari yang singkat, dan aku dijemput sekitar 7 menit sebelum bel pulang. ehehe. tapi biar saja. tetap spesial. buktinya, semua menanyakan aku kenapa aku pulang duluan. setelah aku pulang pun aku tetap di chat, "kon lapo jun?" astaga teman-temanku ini care sekali sih denganku. aq tersepona.

lalu, apa alasan aku dijemput jam 11? ayahku datang ke sekolah dengan izin acara keluarga, untuk membawa aku dan adikku pergi dari sini pulang. alasan sebenarnya adalah karena hari ini adalah tanggal 4 November, dan 4 November adalah calon peristiwa besar yang akan diulas di buku PKN kurikulum 2043, yaitu saat anak sulungku SMA. lihat saja. akan ada di bab 2, yaitu Disintegrasi Bangsa.

ngomong-ngomong disintegrasi bangsa, itu artinya bangsa kita sempat melakukan integrasi, lalu gagal. ya, aku tidak tahu sih benar atau tidak--- bahwa negara kita telah mengalami disintegrasi di bidang agama. tidak tahu aku. apa juga kaitannya pidato Basuki Tjahaja Purnama dengan toleransi bangsa kita yang musnah seketika. bangsa dengan keragaman budaya dan agama yang luar biasa yang dapat tinggal bersama dengan damai. tidak ada kan? tidak tahu sih. aku rasa tidak.

tidak, tidak. ayahku bukan menjemputku lebih awal karena akan ikut demo di Masjid Al-Akbar Surabaya setelah sholat Jum'at. justru ia dan ibuku ingin menghindari macet, kok. saat pulang, kita dibimbing SS (radio Suara Surabaya) sepanjang jalan. sungguh. kekhawatiran yang timbul, bukan semangat. sebagai orang muslim, dan orang Indonesia, dan orang yang masih mengimpikan perdamaian, mohon maaf, #KamiTidakSiapTurunKeJalan.

tadi pagi masih ada beberapa temanku yang bertanya soal 4 November yang begitu nyaman menjadi topik bahasan semua orang. wajar saja sih. kan kita anak SMA. aku juga anak SMA. berpendapat seperti ini hanyalah sikapku yang sok tahu tentang dunia ini, tolong kalian yang jauh lebih tua dapat melihat menggunakan kacamata yang lebih sederhana. tanpa min, kalau bisa. tanpa negatif. haha. haha. ngerti nggak? nggak ya yaudah.

ehem. mereka tanya, "jun, emang ada apa sih nanti?" lalu aku menjelaskan dengan bahasa SMA-ku yang sederhana mengenai kasus pidato Ahok yang 'katanya' dikategorikan sebagai penistaan agama. hal ini bahkan viral di grup angkatannya adikku, yaitu grup kelas 10. kebetulan, ada seorang adik kelas yang menjadi bahasanku dengan temanku tadi. si adik kelas ini begitu antusias dalam menghadapi Ahok dalam perang ini. entah, perang dengan batinnya, atau perang di dunia maya. maksudku, apa sih yang bisa kita lakukan? kita masih sangat junior dalam urusan ini.

namun, dia begitu kontra dengan Ahok, dan dia sempat kontra sedikit dengan teman seangkatannya, yang membalas chatnya dengan kompromi. maksudku, dengan penawaran perdamaian. ah itulah. pokoknya intinya dia ini menolak untuk melawan Ahok. maafkan bahasaku yang begitu sulit dimengerti. oke, di abilang begitu, lalu si adik kelas yang kita bahas tadi, mengirimkan sebuah foto.

Image result for orang yang diam ketika agamanya dihina maka ia

aku yakin sekali ini foto yang ia kirim. dan setelah ini ia kirim, banyak sekali yang langsung meresponnya, "siap." dan sebagainya. entah karena memang siap, atau takut berdebat, atau tidak peduli dan hanya ingin berperan dalam percakapan penuh tense ini, atau apa tidak penting. aku hanya tidak ingin dianggap subjektif dalam menulis post ini. ini sebuah fakta menarik bagi kalian para orang dewasa yang merasa permasalahan ini hanya timbul di otak kalian dan suami/istri kalian. jangan pikir anak kalian tidak menguping video yang viral itu.

"Bapak Ibu nggak bisa pilih saya, dibohongi pakai surat Al-Maidah ayat 51 macam-macam gitu. Itu hak bapak ibu, nggak bisa dipilih nih karena saya takut neraka. Nggak papa. Karena itu panggilan pribadi bapak ibu. Program ini jalan saja, jadi bapak ibu nggak usah merasa nggak enak, dalam nuraninya nggak bisa pilih Ahok," kata Ahok dalam cuplikan video itu.

"Barang siapa di antara kalian mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu adalah bagian dari mereka," kata QS Al Maidah ayat 51.


banyak juga video yang menanggapi pidato Ahok di Kepulauan Seribu tersebut. tidak hanya dari satu perspektif, tentunya. ibuku pernah menonton salah satu dengan volume keras. hem. padahal itu dari hapenya. dan aku sedang makan malam saat itu. aku menyimak, dan saat ibuku menekan back saat sedang asik-asiknya dibahas, aku nyaris saja berkata 'ah' padanya. kau tahu kan itu dilarang. iya. itu maksudku.

sayangnya aku tidak melihatnya sekilas pun, jadi aku tidak tahu videonya yang mana, dan aku tidak dapat menyantumkannya kesini. aku tidak tahu siapa yang bicara, bagaimana wajahnya, apa judul videonya. tapi aku ingat isinya, dan aku akan mencantumkan memoriku, hehe. tapi jangan mengandalkan aku. coba cari sendiri. aku takut dianggap memanipulasi data.

awalnya beliau pidato biasa, tahu kan, dengan bahasa kontroversial yang seolah tidak menjatuhkan padahal menyindir mati-matian. awalnya, aku mengira ia kontra Ahok. sangat kontra. abaikan nada bicara dan intonasi dan emosinya. apa yang ia bicarakan itu, lho. lalu, setelah beberapa suap, dan makan malamku sudah setengah habis, ia mulai mengungkapkan argumen yang sedikit kontradiksi dengan apa yang ia katakan sebelumnnya. bagaimana tidak, ia cenderung melindungi Ahok. bukan membela lho, ya. ada bedanya. ia melindungi Ahok dari perspektif yang 'salah'. ia melindungi Ahok dari anggapan-anggapan, kesimpulan yang mengada-ngada, atau sederhananya, interpretasi 'islam fanatik'. definisikan sendiri.

"Dalam pidatonya itu, ia bilang, 'dibohongi pakai surat Al-Maidah 51 macam-macam gitu'. sudah jelas kan? lihat konteks bahasanya. pakai. pakai itu, kalau misalnya, kita membunuh orang pakai pisau. beda jauh artinya sama kita membunuh pisau. itu yang dipermasalahkan sama banyak orang. Ahok nggak bilang kita dibohongi sama kitab suci kita, tapi ia bilang, kita dibohongi menggunakan ayat tersebut. nggak tahu dibohongi siapa."

begitu intinya.

aku tercengang, karena aku tidak seteliti itu. tidak menyadari kalau sebenarnya kata pakai berpengaruh sekali. lihat saja sudah berapa ratus ribu orang yang berada di depan Istana Negara sekarang. aku harap mereka bisa menenangkan jiwa mereka, otak mereka, emosi mereka, lalu meneliti lagi dengan baik. bahwa mungkin persepsi mereka kurang tepat. bahwa mungkin kasus penistaan agama ini suatu kesalahpahaman.

bayangkan kalian ada diposisi Gubernur DKI Jakarta itu. netizen ricuh, gaduh, apalah kata yang tepat untuk mendeskripsikan gerakan mereka itu. berapa media sosial ya? entahlah. awkarin kalah, sungguh. kamu bayangkan mendapatkan perhatian sebanyak dan setajam itu. dan ingat, kamu pun menyadari kesalahanmu dan sudah minta maaf.

"Yang pasti, saya sampaikan kepada umat Islam atau orang yang tersinggung, saya mohon maaf. Tidak ada maksud saya melecehkan Alquran. Kalian bisa lihat suasananya seperti apa," begini kata Ahok dalam sebuah video, namun aku tidak bisa menyantumkannya kesini. kalian cari sendiri ya. oh ya, ini kejadiannya setelah ia dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri.

sebenarnya kasus ini punya buntut sangat panjang, dan aku sembari menulis ini telah menghabiskan Dunia Batas dan sekarang ini sudah putaran ketiga. dari entah berapa lagu. sekarang lagi lagu Resah. pas sekali.

oke, fokus. masalah ini kemudian bersambung dan akhirnya menyangkut banyak tokoh, yang tidak begitu aku kenal, salah satunya adalah Nusron Wahid, kemudian Prabowo, kemudian Jokowi, aku tidak ingin membahas ini lebih lanjut karena sungguh aku tak tahu apa-apa dan aku tidak mau sok tahu dan aku juga tidak ingin mencari tahu karena aku lebih suka tempe karena energiku sudah mulai habis.


prologku menyebutkan pendapatku yang sangat tidak jelas, tentang diriku yang menilai, padahal tidak mengerti apa-apa. ya, itu memang benar. aku tidak mengerti gitu, lho. ini masalah klise di otakku. mengenai agama. sebenarnya apa itu agama? definisinya sebenarnya, ajaran kepada sesuatu yang baik, atau ajaran tentang sesuatu yang baik? kalau 'kepada', kepada siapa? Tuhan, bukan? iya, Ia memang yang paling baik dan terbaik dan sempurna. kalau 'tentang', maka tentang baik yang bagaimana? kembali lagi ke pertanyaan awal yang sangat sering kugunakan. baik menurut siapa?


banyak orang bilang, berbuat baik itu universal. orang akan tahu mana yang perbuatan baik. oke, agama mengajarkan kepada kita untuk berbuat baik, selalu berbuat baik, dan menjadi orang baik. kemudian muncul perbedaan. kita mulai tinggal bersama orang-orang dengan kepercayaan berbeda. bukan hanya Kristen atau Hindu, tapi juga Muhammadiyah dan NU. mulai muncul perdebatan kecil. kadang dapat ditoleransi, kadang menyinggung, lalu bersarang di hati. jadilah dendam. cerobohnya, dendam itu tidak hanya pada orang tersebut, namun pada seluruh kaumnya.


mari melihat dari atas. bukankah, mereka juga diajarkan untuk berbuat kebaikan? bukankah mereka umat beragama, yang juga percaya bahwa Tuhan mereka menyuruh mereka untuk menjadi orang baik? bukankah sebenarnya tidak ada perbedaan diantara kita?


soal memilih pemimpin yang non-muslim, sebenarnya cukup sederhana. aku tidak hanya diajar oleh ibuku namun juga oleh guru agamaku. kita harus selalu melihat kondisi Nabi dan sahabat-sahabatnya ketika ayat tersebut diturunkan. benar kan? tidak semua ayat bisa diterapkan ke kehidupan kita yang sudah sangat berkembang. berbeda era. namun tentang berbuat baik itu, selain universal, juga kekal. coba teliti lagi, apakah Nabi sedang perang saat itu? apakah nyawa Nabi dan seluruh kaumnya sedang dipertaruhkan saat itu? benarkah, nyawa bangsa kita sekarang juga begitu, apabila Ahok tetap mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta selanjutnya?


hem.


untuk apa ya aku bicara seperti ini. aku tahu pembacaku itu pikirannya terbuka. aku tahu pembacaku cinta damai. dan semua juga sudah terjadi. tidak ada yang bisa dilakukan kecuali memulangkan 100 ribu pendemo yang dirindukan istri dan anak-anaknya dirumah. bagaimana cara melakukannya? entahlah. berdoa supaya hujan datang.


sekian pendapat dari anya junor yang hanya berupa sejentik embun kalau dibandingkan dengan pengamat-pengamat diluar sana. semoga kalian semua diberi kemudahan dalam mengatasi kesalahpahaman. itu jauh lebih dibutuhkan daripada minta ada go-food nyasar nganter samyang, menurutku.


#KamiSiapTurunBeratBadan

Popular posts from this blog

Aku Tidak Ingin Mati Dengan Tenang

Lihat Khianat & Lihat Khianat 2.0

2013 and the Bookworm disease.