Ini puisiku yang paling sukses. Gatau kenapa. Astaga. HUAAAHH. Padahal iseng doang ngirim ini. Pertama di publish oleh Sajak Liar, pada tanggal 20 Maret jam 23.14. Puisi pertamaku yang likesnya tembus 1000. Ngga tau harus seneng apa takut. Minat suicide setinggi itukah?????? Aku harap tidak. Semoga cuma karena topik yang provokatif aja. Anyway, enjoy. Ini jadi puisi yang membesarkan namaku, mungkin, jadi... aku harap ini lumayan mencitrakan diriku. ENTAHLAH. Gatau. Perspektifku biasa aja tentang tulisan ini. Serius. Tapi menurut pembaca gak gitu, so... okelah. Selamat membaca. Jangan lupa nyabut kabel charger laptop kalo udah selesai dipake. AKU INGIN MATI DENGAN TIDAK TENANG Aku tidak ingin mati dengan tenang. Tidak pada umur 92 terbaring lemah karena usia. Tidak pada umur 84 penuh luka asam urat. Tidak pada umur 70 dalam tidur di atas kapuk. Aku tidak ingin mati dengan tenang. Tidak pada Maret 2017 didepan pil dan sebuah gelas. Tidak pada umur 18
Jadi ini dua puisi yang tidak sengaja berpapasan. Siapa duga, ternyata mereka memang satu orbit. Lihat Khianat 2.0 yang saya ciptakan duluan. Suatu waktu di tahun 2016 lah. Untuk konsumsi sendiri saja. Kemudian Lihat Khianat yang terbaru ini karena terinspirasi dari... kacamata saya sendiri. Sebenarnya, terinspirasi dari permintaan orang-orang yang ingin melihat wajah saya tanpa kacamata. Saya turuti hanya untuk orang-orang terdekat. Dan entahlah, saya rasa, hal itu bukan hanya tentang melihat wajah saya. Itu lebih dari itu. Saya memperbolehkan mereka melihat saya dengan kondisi yang berbeda dari biasanya, itu membutuhkan kepercayaan. Bukan perihal saya tanpa kacamata, tapi perihal saya yang menerima mereka sebagai bagian dari jiwa, bagian dari takdir saya. Perihal saya yang memperlihatkan cuplikan kegilaan saya. Belum lagi, kalau lawan saya itu berkacamata juga. Saya tergoda untuk mengajukan permintaan yang sama. Melihat seseorang tanpa kacamata itu tidak sesederhana itu. Mata m